Notification

×

Iklan

Iklan

Ajip Rosidi: Jenius Pada Zamannya, Pada Zamanku, dan Pada Zaman (6)

Sabtu, Agustus 01, 2020 | 12.44 WIB | Last Updated 2020-08-01T05:45:39Z
Oleh: Noorca M. Massardi






Pada awal 2017, perupa Jun Sakata, yang pernah bekerjasama dengan Bada di restoran “Biah-Biah,” Ubud, dan tinggal di Ubud setiap enam bulan sekali dalam setahun, meminta tolong agar kiranya bisa berpameran di TIM Jakarta. Untuk itu saya segera menghubungi dan meminta bantuan Merwan Jusuf, dosen dan kurator senirupa, lulusan sekolah senirupa tersohor di Paris, Ecole de Beaux-Arts, yang sudah kami kenal waktu di Paris selama kurun 1976-1981. Akhirnya, pameran dibuka pada Rabu, 5 Juli 2017, dengan Bada bertindak sebagai penerjemah Jun Sakata, ketika berhadapan dengan media dan pengunjung. Sementara Ruslan Wiryadi bertugas membawa seluruh karya rupa Jun Sakata dengan mobil pribadinya dari Ubud ke Jakarta.

Pada Maret 2018, saya liburan ke Jogja. Lalu, atas undangan Bada, untuk pertama kalinya saya dan Rayni, berkunjung ke Kopi Mpat, yang baru belum resmi dibuka. Namun kami tidak bertemu dengan Kang Ajip karena kebetulan sedang di Jakarta. Pada 9 September 2018, sambil berlibur ke Jogja, bersama Christyan AS, co-writer novel Rainbow Cake, yang ditulis berdua dengan Rayni N. Massardi, kami juga sowan ke Kang Ajip di Pabelan. Kami bertemu, mengobrol, dan berfotoria dengan Kang Ajip, sebelum berakhir dengan acara menikmati makan siang di bagian restoran Kopi Mpat. Salah satu menu di restoran itu adalah “Ayam Haiku,” pemberian nama dari saya, untuk menu ayam yang dimasak a la woku Manado. Kunjungan itu berakhir dengan menikmati kopi dan sunset di Kopi Mpat, beberapa puluh langkah dari bangunan utama restoran, sambal menyusuri tepi sawah dan kolam ikan.

Karena kang Ajip akan ke Jakarta, untuk acara pemberian "Hadiah Rancage" di TIM pada 26 September 2018, kami pun hadir dan bertemu di TIM, dengan pasangan pengantin baru baru Kang Ajip dan Nani Wijaya. Di situ pula kami bertemu dengan Nundang dan Titi Nastiti. Pada acara itu, sahabat kami sastrawan budayawan Seno Gumira Ajidarma, memberikan kata sambutan sebagai Rektor IKJ.

Pada 22 Februari 2019, saya dan Yudhistira diundang Tembi Rumah Budaya di Jogjakarta, untuk mengisi acara rutin “Sastra Bulan Purnama” di tempat itu. Ketika itu Yudhis meluncurkan novelnya "Penari dari Serdang." Saya meluncurkan draft novel "SIMVLACRUM," yang hingga hari ini masih menunggu koreksi akhir dari putri saya Cassandra Massardi, sebagai co-writer. Dan, istri saya Rayni N. Massardi meluncurkan novel psycho-thriller "Rainbow Cake," yang ditulis berdua dengan Christyan AS, sebagai surprise, sebelum peluncuran resmi novel yang akan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (GPU), pada akhir Mei 2019 – tiga bulan kemudian. Ketika itu Bada dan Nundang ikut hadir meramaikan. Karena itulah, keesokan harinya, saya, Rayni, Christyan, Yudhistira dan Siska istrinya, wajib datang ke Pabelan, sowan dengan Kang Ajip, mengobrol sekiar satu jam, sebelum kemudian menikmati sunset di Kopi Mpat, beberapa ratus meter dari rumah yang diberi nama “Jati Niskala” itu.

Sehubungan dengan terbitnya novel "Rainbow Cake" karya Rayni N. Massardi dan Christyan AS, yang diterbitkan GPU pada Mei 2019, kami membuat soft-launching di Toko Buku Gramedia Emerald Bintaro, dan kemudian di Lounge XXI, Plasa Indonesia pada Kamis 30 Mei 2019. Karena kami belum pernah launching di Bandung, saya pun meminta kemungkinan untuk membikin acara di Perpustakaan Ajip Rosidi, di Jalan Garut, Bandung. Nundang pun sepakat dan kemudian menjadwalkan acara untuk Sabtu, 27 Juli 2019 pagi. Setelah pelbagai persiapan dilakukan, kami berangkat naik travel, dan sahabat kami Annie Rai Samoen serta Rio Aribowo, ikut mendukung dengan naik kereta api dari Jakarta.

Pagi Jumat, 26 Juli 2019, kami sudah tiba di Bandung dan kemudian melihat lokasi acara. Siang hari itu Kang Ajip dan Nundang ternyata baru tiba dari Jogja dengan mobil. Setelah ngobrol beberapa waktu sambil melihat lokasi acara dan persiapan, kami kembali ke hotel dan kemudian ngopi-ngopi cantik dengan Annie Rai Samoen di Paris Van Java. Saat asyik menikmati kopi, sore hari itu, Nundang mendadak menelepon saya. Dia mengabarkan bahwa Kang Ajip ingin bertemu segera.

Dengan perasaan galau, setelah Nundang memberitahu apa yang akan dibahas, saya pergi naik taksi. Saya bertemu dengan Kang Ajip di ruang kerja merangkap kamar tidur, di sudut belakang gedung perpustakaan itu. Setelah berargumentasi dengan agak kaku, dan penuh perasaan aneh, kami pun mengakhiri pembicaraan singkat itu. Yang penting: acara besok pagi harus tetap berjalan, karena tak mungkin membatalkan dan memindahkan lokasi secara mendadak. Apalagi kami pun tidak punya cukup dana dan tidak ada sponsor sama sekali.

Dari Jalan Garut, malam itu saya janjian dengan Rayni dan Annie untuk pindah lokasi, dan ketemuan di Warunk Upnormal, di Jalan Braga. Saya tidak mau memberi tahu apa isi pembicaraan saya dengan Kang Ajip tadi. Setiba di Braga, saya ceritakan dialog yang terjadi antara saya dengan Kang Ajip. Usai mendengarkan, Rayni dan Annie hanya bisa tercengang dan menghela napas dalam-dalam.

Pagi hari, Sabtu 27 Juli 2019, alhamdulillah acara “Bincang bully” Novel "Rainbow Cake," berjalan lancar, tanpa banner, tanpa poster, dan tanpa ada penjualan buku di lokasi. Semua kawan baik kami yang di Bandung berkenan hadir. Antara lain Abay D. Subarna dan istrinya, Yusran Pare, Abdullah Mustapa dan istrinya pengarang Aam Amalia, Rinny Srihartini, Ipit Saefidier Dimyati, dan banyak lagi, serta kawan dari Subang, Kin Sanubary. Kang Ajip duduk paling depan, ikut mendengarkan sampai acara berakhir, kendati pendengarannya kurang baik, sehingga tidak terlalu paham apa detail yang dibincangkan di acara itu. Nundang ikut memberi kesaksian, juga Abay Subarna.

Selanjutnya...
Ajip Rosidi: Jenius Pada Zamannya, Pada Zamanku, dan Pada Zaman (7)
×
Berita Terbaru Update