Notification

×

Iklan

Iklan

Header Ads

Ketum Garda NTT Willfridus Yons Ebit Minta Aparat Perlakukan Masyarakat Adat Besipa'e Secara Manusiawi

Kamis, Agustus 20, 2020 | 01.08 WIB | Last Updated 2020-08-19T21:16:53Z



GEN-ID
| Jakarta
- Ketua Umum Garda NTT Willfridus Yons Ebit, mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat dalam hal ini Brimob, TNI dan Satpol PP, dalam upaya penyelesaian sengketa hutan adat antara masyarakat Besipa'e dengan Pemprov NTT pada Selasa (18/08/2020), atau sehari setelah HUT Kemerdekaan RI.



Willfridus Yons Ebit ketika ditemui pada Rabu (19/08/2020) tampak emosional mengetahui keadaan masyarakat adat Besipa'e yang kini beratap langit dan beralas tanah akibat kehilangan rumah tinggal mereka.




"Pendekatan  Pemprov NTT harus menggunakan pendekatan budaya dan kemanusiaan bukan dengan cara kekerasan. Masyarakat Besipa'e jangan diperlakukan dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Tanggung jawab moral Pemprov NTT adalah harus melakukan pendekatan kemanusiaan," ujar Yons Ebit.

Dalam video dan foto yang viral, tampak aparat keamanan melakukan intimidasi terhadap warga sehingga tampak ketakutan. Apalagi sebelumnya rumah tinggal mereka telah diratakan dengan tanah, hingga kemudian ketika mereka membuat rumah non permanen sekadar untuk berteduh pun kembali digusur.

Perusakan dan pembongkaran terhadap rumah-rumah milik masyarakat adat Besipa'e yang dilakukan usai upacara sakral memperingati kemerdekaan RI ke-75, dipimpin langsung oleh Kepala Satpol PP Provinsi NTT Cornelis dan dikawal aparat keamanan dari Babinsa dan Brimob.



Kecaman terhadap aparat juga disampaikan Dr. Inche Sayuna, M.Hum, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT. Menurut politisi Partai Golkar ini jika Pemda terus menggunaan cara represif justru akan memunculkan perlawanan.

"Pemda kalau terus gunakan pendekatan represif maka akan membuat semakin rumit. Mereka tidak hanya berhadapan dengan beberapa kepala keluarga di Besipae  tapi akan menggalang solidaritas massa yang lebih luas untuk melawan pemerintah," kata Inche.
Gubernur NTT Victor Laiskodat berusaha melompat dan merusak pagar namun dihadapi ibu-ibu Besipa'e dengan bertelanjang dada.


Keributan juga pernah terjadi pada  12 Mei 2020 lalu, ketika tiba-tiba Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat melakukan kunjungan mendadak ke Besipa'e dan memaksa warga membongkar pagar yang dibuat sebagai batas wilayah adat. Pada saat itu Gubernur mendapat perlawanan spontan dari kaum wanita dengan bertelanjang dada di hadapan Gubernur NTT dan rombongan.

Inche menilai isu Besipa'e yang  sudah menjadi konsumsi publik dan informasinya semakin meluas, akan membuat sentimen publik yang semakin menyudutkan pemerintah. "Satu satunya cara adalah dialog. Pemerintah tidak punya pilihan lain selain dialog damai," tandas Inche seraya menyarankan   Pemprov NTT melakukan evaluasi terhadap pendekatan yang selama ini sudah dilakukan agar bisa mencapai jalan damai bersama masyarakat.

Masyarakat adat Besipa'e telah berdiam di kawasan hutan adat tersebut sejak sebelum Indonesia merdeka. Besipa’e berasal  dari dua kerajaan yakni Kerajaan Besi dan Kerajaan Pa’e.

Awalnya hutan ini Hutan Pu’babu, karena dipercaya dalam hutan tersebut ada semacam tali hutan yang biasanya dipotong dan airnya diminum. Karena kesepakatan antara dua kerajaan inilah maka kawasan hutan adat tersebut dinamakan Besipa’e.

Kawasan hutan adat Besipa'e yang dipertahankan masyarakat, seluas sepersepuluh dari keseluruhan luas tanah yaitu 37.800.000 meter persegi, atau 3.780 hektar yang menjadi milik masyarakat adat meliputi Desa Polo, Desa Linamnutu, Desa Oe’ekam, Desa Mio dan Desa Enoneten. Mereka memiliki surat  pajak dari tahun 1962.

Di masa lalu pernah ada kontrak kerjasama fungsi lahan dengan pemerintah Australia seluas 6.000 hektar. Dalam kontrak itu terdapat poin yang menyebut  bahwa tanah, rumah, pohon  adalah milik masyarakat. Sehingga jika ingin memanfaatkannya harus dengan secara adat.

Ketika kontrak sudah selesai dan tanah dikembalikan ke masyarakat, mereka melakukan pemagaran untuk membuat pembatas wilayah adat guna memelihara hutan dari kerusakan dan sebagai tempat mereka melestarikan adat dan budaya asli Besipa'e. Namun pemprov menginginkan semua tanah yang ada termasuk hak masyarakat adat. Padahal di dalamnya juga terdapat Ume Kbubu (rumah bulat atau lopo) yang dipercaya sebagai tempat tinggal nenek moyang dan leluhur.


Reporter: Akmal F.R
Editor: Mahar Prastowo
×
Berita Terbaru Update