Notification

×

Iklan

Iklan

Header Ads

Gerakan Sunyi dari Masjid: LDII Bogor Gaungkan Bahaya Riba dan Kesadaran Ekonomi Halal

Senin, Oktober 20, 2025 | 17.50 WIB | Last Updated 2025-10-20T10:50:26Z

 


GEN-ID | Bogor — Pagi itu, Minggu (19/10/2025), suasana Masjid Baitul Kabir di Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, berbeda dari biasanya. Sejak pukul 07.00 WIB, jamaah mulai berdatangan. Ada yang datang berboncengan motor, bersama keluarga dengan mobil, bahkan berjalan kaki dari gang-gang sekitar.


Di teras masjid, panitia sibuk menata sandal, petugas Senkom mengatur lalu lintas, sementara di dalam, lebih dari 1.200 warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) duduk berbaris rapi menanti dimulainya pengajian rutin bulanan.


Tema yang diangkat kali ini: “Bahaya Riba dalam Kehidupan Modern.” Ustadz H. Ujang Maulana Yusuf tampil sebagai penceramah, membawakan kajian dari Surat Ali Imran ayat 130, yang menegaskan larangan keras terhadap praktik riba.


“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Ali Imran: 130)


Dalam penyampaiannya, Ustadz Ujang menegaskan bahwa riba bukan sekadar dosa ekonomi, tetapi juga penyakit spiritual yang merusak keberkahan hidup.


“Riba hari ini hadir dalam wajah baru — lewat sistem kredit, pinjaman digital, hingga investasi yang menipu,” ujarnya.


Menurutnya, seseorang bisa saja memiliki banyak harta, tapi tanpa keberkahan, hidupnya tidak akan pernah tenang.


Ia juga mengutip Surat Al-Baqarah ayat 275–279, bahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan perang terhadap pelaku riba. 


“Mereka yang masih mengulangi transaksi riba adalah penghuni neraka. Ini bukan sekadar ancaman, tetapi peringatan agar kita kembali ke jalan yang halal,” tegasnya.


Menuntut Ilmu, Menjaga Hati


Sesi berikutnya diisi oleh Ustadz Rifa’i, pengasuh Pondok Pesantren Darul ‘Ilmi, yang mengangkat pentingnya niat dan adab dalam menuntut ilmu. “Ilmu itu cahaya,” katanya, “dan cahaya tidak akan turun kepada hati yang penuh urusan dunia.”


Ia menekankan bahwa pemahaman agama menjadi benteng agar umat tidak mudah terjebak dalam transaksi yang tampak halal, namun sejatinya haram.


Ketua DPD LDII Kabupaten Bogor menjelaskan, pengajian bulanan ini merupakan agenda pembinaan rutin. 


“Kami ingin warga LDII tidak hanya rajin beribadah, tapi juga memahami muamalah yang benar. Ini bagian dari kontribusi LDII untuk membangun masyarakat yang berakhlak dan mandiri secara ekonomi,” ujarnya.


Menuju Kemandirian Ekonomi Syariah


Dewan Pembina LDII Kabupaten Bogor, H. Suyadi, menambahkan bahwa keluarga yang menjauhi riba akan lebih tenteram. 


“Rezeki yang bersih membawa ketenangan batin, karena di dalamnya ada keberkahan,” tutur H. Suyadi.


Data Bank Indonesia menunjukkan, lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia masih menggunakan produk keuangan berbasis bunga, sementara lembaga keuangan syariah baru menguasai sekitar 10 persen pangsa pasar. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya dakwah ekonomi syariah di tingkat akar rumput.


Bagi warga LDII, pengajian bukan hanya ruang ibadah, melainkan juga wadah menumbuhkan kesadaran ekonomi dan moral.


“Kami ingin membangun usaha yang halal sepenuhnya, dimulai dari keluarga sendiri,” ujar Ahmad, pelaku UMKM asal Citeureup yang rutin mengikuti kajian LDII.


Dari Masjid, Kesadaran Itu Tumbuh


Di tengah derasnya arus gaya hidup instan dan pinjaman daring, kegiatan seperti ini terasa seperti gerakan sunyi — gerakan yang tidak menjerit di jalan, tapi menumbuhkan kesadaran di hati jamaah.


Seusai doa penutup, para jamaah saling bersalaman. Suasana hangat, sederhana, tapi sarat makna.


Dari masjid kecil di Gunung Putri itu, kesadaran terus disemai: bahwa melawan riba bukan sekadar urusan ekonomi, melainkan perjuangan menjaga keberkahan hidup.




Laporan: Jumanto



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update