Menurut data yang diberikan ke Komnas HAM, jumlah petani yang terusir lebih dari 2000 orang, dengan kehilangan mata pencaharian, kehilangan tanaman hortikultura siap panen, kehilangan rumah tinggal karena dibuldoser dan dibakar, serta membawa trauma bagi wanita dan anak-anak yang juga terganggu proses belajarnya.
Proses pengosongan lahan dan permukiman para petani, mulanya dengan dijaga aparat keamanan, dan para petani dikeluarkan dari lahan tersebut, setelah selesai pengosongan, jalan akses satu-satunya ditutup tembok permanen dan aliran listrik serta air diputus. Setelah itu, ketika para petani masih berada di luar lahan garapan dan permukiman mereka, didatangkanlah ratusan orang tak dikenal ddan bersenjata yang kemudian menduduki lahan sambil mengawal melanjutkan penghancuran lahan pertanian hortikultura serta merobohkan tempat tinggal para petani.
Baca: Ribuan Petani Terusir dari Lahan Garapan, Kini Terlunta-lunta dan Anak-anak Terganggu Proses Belajarnya
Sebagaimana diketahui, pengembangan tanaman pertanian hortikultura di lahan ini diinisiasi bupati Cianjur usai mendapat kepastian hukum mengenai status lahan tersebut yang oleh BPN dinyatakan telah ditelantarkan oleh pemegang HGU, dan kembali menjadi tanah milik negara yang dapat dikelola atau digarap oleh masyarakat.
Para petani penggarap itu berasal dari tiga desa yakni Desa Batulawang (Kecamatan Cipanas), Desa Sukanagalih (Kecamatan Pacet), Desa Cibadak (Kecamatan Sukaresmi), di wilayah Kabupaten Cianjur.
Menurut keterangan Pengacara/ kuasa hukum para petani, H.Muhammad Sirot, S.H, S.I.P dengan telah ditelantarkannya dan tidak digarapnya lahan HGU Nomor 12 s/d 26 milik PT Maskapai Perkebunan Moelia, maka pihak Kanwil BPN Jawa Barat telah memberikan tiga kali Surat Peringatan kepada PT MPM. "Namun peringatan tersebut tidak diindahkan," ujar Muhammad Sirot.
Dengan telah diberikannya tiga kali Surat Peringatan kepada PT. MPM sebagai pemegang/pemilik HGU Nomor 12 s/d 26 yang terletak di Desa Batulawang Kecamatan Cipanas, Desa Sukanagalih Kecamatan Pacet, Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur maka oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur dan Kanwil BPN Jawa Barat telah diusulkan kepada Menteri ATR/ BPN RI sebagai tanah terlantar.
"Tanah HGU PT Maskapai Perkebunan Moelia tersebut pada tanggal 5 Desember 2018 oleh kanwil pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat sudah dinyatakan dalam keadaan status quo sejak tanggal pengusulan yaitu 10 April 2012," terang Sirot seraya menujukkan dokumen.
Muhammad Sirot selaku tim kuasa hukum/pendamping para petani didampingi H Mardini dari Lembaga Wakaf dan Pertanahan PBNU, mengungkapkan, permasalahan para petani dengan PT MPM telah dimediasi oleh kementerian ATR/BPN dan diputuskan apabila PT. MPM akan memperpanjang HGUnya maka harus memberikan sebagian lahan HGUnya kepada para petani. Akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh PT MPM.
"Akan tetapi yang dilakukan oleh MPM mengambil alih lahan milik para petani," ujar Sirot
Kekerasan dan intimidasi tak hanya dialami para petani, sejumlah wartawan yang akan melakukan verifikasi faktual berupa pengambilan gambar situasi guna pemberitaan juga diusir paksa dengan ancaman senjata dan dilarang melakukan kegiatan jurnalistik. Lantas para pekerja media itu melapor ke Polres setempat namun malah mendapati sikap kurang simpatik.
Baca: Belasan Wartawan Diintimidasi dengan Sajam dan Diusir oleh Ratusan Preman di Cianjur
Begitu juga rombongan mantan anggota DPR RI Wa Ode Nurzainab yang bersama karyawan di kantornya sedang tour ke kawasan puncak karena memasuki lahan di kawasan perbukitan tersebut, mendapat perlakuan tidak semestinya dengan dirusak mobilnya, serta dilakukan perampasan HP terhadap sopir dibawah todongan senjata tajam oleh sekawanan orang berjumlah puluhan orang. Alhasil, korban melapor ke Polres Cianjur. Namun kemudian balas dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh PT MPM melalui pengacaranya, Muanas Alaidid. [gi]