GEN-ID | Bekasi - Proses pengelolaan lahan parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Chasbullah Abdulmadjid, (CAM) Kota Bekasi disinyalir jadi "bancakan" oknum tertentu. Hal itu tergambar dari sistem penunjukan langsung terhadap pengelolaan parkir yang disebut-sebut telah diarahkan kepada pihak tertentu.
"Ya, kami melihat dan mensinyalir bahwa rancang bangun pengelolaan parkir itu menjadi bancakan oknum tertentu. Karenanya, apa yang jadi temuan kami ini, segera jadi perhatian terkait. Namun jika tidak ada respon, akan kami buka menjadi terang benderang," kata Sekertaris Suara Keadilan (SAKA) yang sehari-hari dipanggil Ajo dalam siaran pers yang diterima redaksi.
Menurutnya, rancang bangun pengelolaan parkir di RSUD itu diketahui terjadi pada tanggal 16 Juli 2025 di kantor Dishub. Di mana dalam rancang bangun hadir pihak terkait, misalnya sejumlah pejabat dari RSUD, BPKAD, dan Bagian Kerja Sama Setda Kota Bekasi.
"Informasi dan data yang kami himpun, dalam rancang bangun itu ada kesepakatan bahwa telah muncul nama salah satu perusahaan yang disebut-sebut akan mengelola parkir tersebut. Di mana pihak perusahaan itu dikabarkan punya kedekatan khusus dengan pihak Dinas Perhubungan (Dishub), bahkan kabarnya, pengusaha parkir itu juga punya kedekatan dengan salah satu Partai Politik di DPRD Kota Bekasi.
Menurut Ajo, meskipun rancang bangun itu tidak ada pelanggaran administratif, namun ada indikasi dan potensi pengkondisian.
"Skema yang digunakan bukanlah pengadaan jasa melalui sistem lelang, melainkan kerja sama pemanfaatan aset daerah berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dan perubahannya dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2024. Skema ini secara normatif memang tidak mewajibkan proses lelang, sepanjang bentuknya kerja sama kelembagaan.
Namun jika hal itu jadi pedoman, harus dikritik, sebab dari kajian kami, rancang bangun itu ada indikasi dan potensi 'bancakan'," tuturnya.
“Banyak yang berlindung di balik keabsahan administratif. Padahal, ketika kerja sama itu menyangkut potensi pendapatan daerah dan dilakukan dengan pihak swasta, maka keterbukaan dan kompetisi sehat adalah keniscayaan. Kalau dari awal sudah mengarah ke satu nama, lalu di mana letak tanggung jawab etisnya," ungkap Ajo.
Selain itu, Ajo juga menegaskan, bahwa sistem yang akan digunakan itu sah-sah saja. Namun dalam hal ini, jika rancang bangun itu dilakukan "tersembunyi" dan tidak melibatkan partisipasi publik alias minim transparansi, maka hal itu tetap cacat secara legitimasi sosial.
Sekretaris SAKA juga mempertanyakan, apakah proses dan sistem itu telah melibatkan pengawasan atau persetujuan DPRD sebagai representasi rakyat.
“Kerja sama pengelolaan aset publik, apalagi yang berdampak ekonomi, bukan hanya urusan dokumen antar instansi. Tapi juga menyangkut mandat politik dan moral," ungkapnya.
Ajo juga menekankan bahwa pengelolaan parkir bukanlah soal teknis retribusi belaka. Lebih dari itu, ini adalah cermin dari bagaimana negara memperlakukan ruang publik dan siapa yang diberi akses untuk mengambil manfaat dari ruang tersebut.
“Parkir ini mungkin kecil dalam nominal, tapi besar dalam prinsip. Kalau yang kecil saja dikelola dengan diam-diam, bagaimana kita bisa percaya terhadap yang lebih besar," celetuknya.
Dalam pertemuan yang terjadi pada tanggl 16 Juli 2025, juga disepakati bahwa selama masa transisi, pengelolaan sementara lahan parkir RSUD diserahkan kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi. SAKA menekankan bahwa meski bersifat sementara, pengelolaan oleh Dishub ini harus diawasi dengan ketat agar tidak terjadi kebocoran potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama belum adanya pengelola definitif yang ditunjuk secara transparan dan akuntabel.
SAKA menegaskan bahwa isu ini tidak akan dibiarkan tenggelam dalam senyap administrasi. Bagi mereka, keterlibatan publik bukan sebatas hak, melainkan kewajiban etis di tengah kecenderungan birokrasi yang semakin tertutup.
“Kami tidak sedang mencari celah hukum, tapi kami sedang mengawal etika publik. Kalau pengelolaan ruang publik dilakukan tanpa transparansi, maka kami akan terus bersuara dan menuntut pertanggungjawaban," kata Ajo.
SAKA memastikan akan terus mengawasi jalannya proses kerja sama ini, sekaligus mengajak publik untuk lebih kritis terhadap bagaimana aset bersama dikelola. Mereka menekankan bahwa check and balance tidak hanya milik lembaga negara, tetapi juga milik masyarakat yang sadar.
“Kita tak butuh banyak teori soal transparansi. Sebab ketika ruang publik dikelola oleh segelintir orang dalam senyap, maka yang dirampas bukan hanya aset, tapi kepercayaan warga,” pungkas Ajo.
(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar