![]() |
| Gambar hanya ilustrasi |
GEN-ID | Langsa, Aceh – Pascabanjir yang melumpuhkan Kota Langsa kembali memunculkan diskusi mengenai peran pemerintah dan wakil rakyat dalam menanggapi bencana. Di tengah kondisi masyarakat yang masih berjuang memulihkan diri, sejumlah warga menilai bahwa bantuan dan kepedulian seharusnya menjadi kewajiban moral dan politik bagi para pejabat publik—bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.
Seruan Tegar: Stop Perusakan Hutan Aceh
Di balik kritik tersebut, warga menyampaikan satu pesan yang dinilai jauh lebih penting bagi masa depan Aceh: hentikan perusakan hutan.
“Minta suarakan aja, jangan ada tebang gila-gilaan di hutan Aceh. Itu mutlak bantuan terbesar mereka untuk Aceh,” tegasnya.
Menurutnya, kerusakan hutan adalah akar dari bencana yang terus berulang. Menjaga kelestarian hutan lebih besar nilainya daripada bantuan sesaat pascabanjir.
Catatan Kritis Tanpa Serangan Personal
- “Udah syukur ada yang bantu bro.”– Ia menegaskan bahwa bantuan adalah kewajiban, karena pejabat terpilih bekerja dengan mandat dan fasilitas dari rakyat.
- “Pukul rata dewan lain dong.”– Menurutnya, apresiasi sudah disampaikan secara jelas kepada yang hadir dan bekerja.
- “Masih gak move on dari kalah?”– Ia menepis anggapan itu dan menjelaskan bahwa dirinya pernah menjadi bagian dari partai, namun sudah mundur sejak 2019 setelah menjalankan tugasnya mencari suara.
Pernyataan warga tersebut memperlihatkan suara hati masyarakat yang terluka, namun tetap rasional. Di tengah bencana yang memporak-porandakan kehidupan, mereka tidak hanya mengharapkan bantuan instan, tetapi juga perubahan kebijakan yang lebih fundamental—agar Aceh tidak terus menanggung bencana yang sama dari tahun ke tahun.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar