Notification

×

Iklan

Iklan

Header Ads

Dari Langsa untuk Aceh: Bantuan Wajib, Politik Tak Perlu, Selamatkan Hutan Segera

Kamis, Desember 04, 2025 | 11.57 WIB | Last Updated 2025-12-04T04:57:46Z


Gambar hanya ilustrasi 

GEN-ID | Langsa, Aceh – Pascabanjir yang melumpuhkan Kota Langsa kembali memunculkan diskusi mengenai peran pemerintah dan wakil rakyat dalam menanggapi bencana. Di tengah kondisi masyarakat yang masih berjuang memulihkan diri, sejumlah warga menilai bahwa bantuan dan kepedulian seharusnya menjadi kewajiban moral dan politik bagi para pejabat publik—bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.


Salah satu warga Langsa menyampaikan pandangannya terkait bantuan yang muncul dari berbagai pihak. Menurutnya, jika ada anggota dewan atau partai politik yang turun membantu, hal itu adalah hal lumrah.


“Segala kebutuhan dewan, sampai tunjangan yang didapat juga berasal dari suara yang memilih. Jadi gak perlu dilebih-lebihkan,” ungkapnya.

Meski begitu, ia tetap mengapresiasi beberapa tokoh yang dianggap responsif.


“Baru Ketua Ilham dari Golkar ada nampak bantu. Ketua Irsan Sosiawan juga dengan Starlink-nya,” ujarnya.

Namun yang menurutnya lebih mengharukan justru gerakan dari masyarakat biasa.


“Yang luar biasa, orang biasa gak punya apa-apa, tapi mau bergerak,” katanya, menegaskan bahwa nilai gotong royong warga tak tergantikan oleh atribut politik.

Seruan Tegar: Stop Perusakan Hutan Aceh


Di balik kritik tersebut, warga menyampaikan satu pesan yang dinilai jauh lebih penting bagi masa depan Aceh: hentikan perusakan hutan.


“Minta suarakan aja, jangan ada tebang gila-gilaan di hutan Aceh. Itu mutlak bantuan terbesar mereka untuk Aceh,” tegasnya.


Menurutnya, kerusakan hutan adalah akar dari bencana yang terus berulang. Menjaga kelestarian hutan lebih besar nilainya daripada bantuan sesaat pascabanjir.


Catatan Kritis Tanpa Serangan Personal


Warga tersebut juga menekankan bahwa kritik yang ia sampaikan bukan serangan politik atau bentuk ketidakpuasan pribadi.


Ia menolak narasi-narasi yang kerap muncul untuk membungkam kritik, seperti:

  1. “Udah syukur ada yang bantu bro.”
    – Ia menegaskan bahwa bantuan adalah kewajiban, karena pejabat terpilih bekerja dengan mandat dan fasilitas dari rakyat.

  2. “Pukul rata dewan lain dong.”
    – Menurutnya, apresiasi sudah disampaikan secara jelas kepada yang hadir dan bekerja.
  3. “Masih gak move on dari kalah?”
    – Ia menepis anggapan itu dan menjelaskan bahwa dirinya pernah menjadi bagian dari partai, namun sudah mundur sejak 2019 setelah menjalankan tugasnya mencari suara.

Ia menutup pernyataannya dengan nada rendah hati:


“Ini tidak jilat, tidak perlu diperhatikan juga. Yang penting mutlak bersuara. Maaf jika tak berkenan.”



Pernyataan warga tersebut memperlihatkan suara hati masyarakat yang terluka, namun tetap rasional. Di tengah bencana yang memporak-porandakan kehidupan, mereka tidak hanya mengharapkan bantuan instan, tetapi juga perubahan kebijakan yang lebih fundamental—agar Aceh tidak terus menanggung bencana yang sama dari tahun ke tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update