Notification

×

Iklan

Iklan

Ajip Rosidi: Jenius Pada Zamannya, Pada Zamanku, dan Pada Zaman (3)

Sabtu, Agustus 01, 2020 | 12.48 WIB | Last Updated 2020-08-01T05:48:50Z
Oleh: Noorca M. Massardi




PKJ TIM pun kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan dan sejarah seni budaya Indonesia modern, yang pertumbuhan dan prestasinya memuncak dan mendunia, pada periode 1970-1990. Situasi dan kondisi itu masih tetap eksis, kendati pamornya terus menurun, sampai tiba-tiba kompleks itu dihancurkan mulai akhir 2019 hingga awal 2020, pada masa Gubernur Anies Baswedan, dan ambyar hingga sekarang.

“Permintaan saya hanya satu: kalian harus mengurus sendiri PKJ TIM dengan sebaik-baiknya. Pemda DKI akan memberikan subsidi sepenuhnya. Tapi jangan pernah melibatkan saya, dan saya juga tidak akan pernah ikut campur dalam urusan kalian, karena saya tidak tahu apa-apa soal kesenian dan kebudayaan,” kata Bang Ali, sebagaimana selalu dikisahkan Kang Ajip kemudian.

Ihwal kebiasaan berbasa Sunda Kang Ajip yang sempat menimbulkan kegundahan itu ceritanya begini. Suatu hari, Kang Ajip mendengar gosip ihwal adanya kecurigaan dari seorang sastrawan-budayawan terkemuka non-Sunda, yang diam-diam berkirim surat kepada Akademi Jakarta. Dia “mengeluhkan” atau “melaporkan” bahwa, PKJ TIM-DKJ akan atau telah “di-sunda-kan” oleh Kang Ajip dkk.

“Tuduhan ‘sundanisasi’ PKJ TIM-DKJ itu sangat menyakitkan, terutama karena datangnya dari sastrawan budayawan terkemuka yang sangat dekat dengan saya dan yang selalu saya hormati (Kang Ajip menyebutkan sebuah nama). Tentu saja tuduhan atau kecurigaan itu saya bantah. Kalau toh banyak tokoh Sunda terlibat pada awal pemebentukan dan pendirian PKJ-TIM-DKJ, itu memang sudah kehendak Sejarah. Tidak ada niat dan maksud sama sekali dari kami orang Sunda, untuk menguasai apalagi “menyundakan” PKJ TIM-DKJ. Tuduhan itu sangat konyol dan naif, apalagi datangnya dari budayawan terkenal, hanya gara-gara kami selalu berbasa Sunda di lingkungan PKJ-TIM, setiap berkomunikasi dengan sesama orang Sunda,” kata Kang Ajip dalam suatu percakapan di rumahnya di bilangan Pejaten, di hadapan saya dan banyak teman, pada Minggu sore, 10 Februari 2020, yang ternyata merupakan perjumpaan terakhir saya dengan Kang Ajip.

Namun, ihwal kebenaran ada tidaknya tuduhan “sundanisasi” itu, biarlah budayawan dimaksud itu sendiri, yang mengklarifikasinya, bila yang bersangkutan sempat membaca tulisan ini.
×
Berita Terbaru Update